LOGO-AK

Ada sebuah kisah legenda tentang Mahaguru Shankara pada saat dia masih anak-anak. Sejak kecil Shankara telah paham kata-kata dari Veda: Matru devo bhava, Pitru devo Bhava. Ibu adalah Gusti Pangeran demikian Ayah adalah Gusti Pangeran juga.

Pada suatu hari, sang ayah berkata bahwa dia akan pergi bersama sang ibu. Sang ayah berpesan bahwa dia secara rutin melakukan ritual persembahan makanan untuk Bunda Ilahi di altar dan setelah itu membagikan sisa makanan persembahan (prasadam) kepada semua orang. Sang ayah berpesan agar Shankara melakukan hal tersebut, selama kedua orangtuanya bepergian. Shankara berjanji akan melakukan dengan sebaik-baiknya.

Shankara menuangkan susu ke dalam cangkir di altar dan berdoa kepada Bunda Ilahi, “Bunda mohon ambillah susu yang saya persembahkan ini!” meskipun Shankara sudah berdoa lama, akan tetapi Sang Bunda Ilahi tidak juga minum susu, susunya masih utuh, dan Shankara sangat kecewa. Shankara sendiri belum pernah melihat susu persembahan ayahandanya berkurang atau tidak di altar, akan tetapi dia sangat yakin, trust, terhadap pesan ayahandanya.

Shankara sangat kecewa dan kembali berdoa dari lubuk hati terdalam, bhava, “Bunda, ayah saya meminta saya mempersembahkan susu kepada Bunda, tapi Bunda tidak mau menerima persembahan. Kalau demikian, lebih baik saya mati!” Shankara pergi keluar mengambil batu besar untuk bunuh diri.

Bunda Alam Semesta sangat welas asih dan tersentuh dengan ketulusan Shankara. Dia langsung muncul di hadapan Shankara dan minum seluruh susu dalam cangkir persembahan. Shankara kecil sangat bahagia dan ingin meminum seteguk sisa susu dalam cangkir tersebut. Tapi cangkir tersebut telah kosong melompong.

Shankara bingung, nanti pada saat ayah dan ibunya datang pasti menanyakan susu sisa persembahan. Di keluarga mereka, mereka selalu mempersembahkan makanan ke altar dan baru kemudian mereka makan sisa persembahan (prasadam), makanan yang telah terberkati. Shankara berdoa, “Bunda, setidaknya beri setetes dua tetes susu bagi kedua orangtuaku.” Shankara berdoa terus tidak mau pergi sebelum cangkir susunya berisi susu walau sedikit. Bunda Alam Semesta akhirnya hadir dan memberikan air susu dari payudara Bunda sendiri. Shankara bersyukur dengan bersujud dan minum sedikit susu di cangkir.

Dikatakan itulah sebabnya Shankara memperoleh kebijaksanaan tertinggi karena minum air susu Bunda Ilahi.

 

 

Buku “Sanyas Dharma – Mastering the Art and Science of Discipleship” buah karya Anand Krishna

 

 

Keyakinan Bersumber dari Jiwa

“Have faith, trust—yakinlah! Keraguan muncul dari pertimbangan, perhitungan, logika, dan pikiran. Sementara itu, keyakinan adalah urusan jiwa. Yakinlah bila kekuatan jiwa jauh melebihi kekuatan pikiran. Dan jangan lupa, energi yang Anda keluarkan untuk berkarya, untuk bekerja, justru memperkuat jiwa Anda, iman Anda, keyakinan Anda pada diri sendiri. Pertimbangan, penilaian, semuanya bisa salah. Akal bisa akal-akalan, bisa juga mengakali. Logika hanya menggunakan informasi yang sudah dimilikinya sebagai acuan. Keyakinan adalah dari jiwa. Dan dari keyakinan seperti itu lahir kehendak yang kuat. So, trust and will power, keyakinan dan kehendak yang kuat, dua-duanya adalah buah jiwa. Urusannya dengan akal budi di dalam diri Anda, bukan dengan akal atau akal sehat saja, yang adalah buah pikiran.”

 

Keyakinanmu Menyelamatkanmu

Apa yang kau tahu tentang perjalanan bersama Shankara? Saat ini kau masih sibuk berjalan bersama Ahamkara, sama ego-mu.

“Kenikmatan duniawi saja yang kau kejar sepanjang hidup; di usia senja, penyakit mulai mengganggu; walau tahu yang lahir kelak pasti mati, kau tetap tidak berupaya untuk mengubah sikapmu.”

“Upaya apa Shankara? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana mengubah sikap? Aku belum capek, belum jenuh dengan dunia ini, walau kutahu pula kenikmatan yang kuperoleh selama ini semu, tak berarti. Aku belum layak duduk bersamamu, tapi janganlah mengusirku dari pekarangan rumahmu…. Apa yang harus kulakukan Guru?” ada juga murid seperti itu.

Maka Shankara pun tersenyum. Ia memeluknya, “Keyakinanmu akan menyelamatkanmu. Ketahuilah bahwa jiwamu terselamatkan sudah.”

Demi murid-murid seperti itulah seorang Shankara menggelar pesta raya di padepokannya. Ada nyanyian, tarian, macam-macam hiburan. Untuk apa? Agar panca indera kita terlibat semuanya, dan tidak lagi tergoda oleh stimulus-stimulus lain.

Ada yang mengeluh, “Koq pesta melulu?”

Daripada murung melulu! Daripada perang melulu! Dia tidak tahu apa tujuan Sang Guru dengan pesta-pesta itu. Musik Sang Guru bukanlah musik biasa. Nyanyiannya bukan nyanyian biasa.