Rileksasi adalah suatu kondisi sebelum seseorang masuk ke alam meditasi, latihan-latihan meditasi diperuntukan untuk menuju ke dalam kondisi rileksasi tersebut. Karenanya rileksasi menjadi penting, karena dalam rileksasi itu pikiran dan nurasi yang jenis dihasilkan dan itu akan berdampai pada prilaku dan pandangan hidup sehari-hari.
Di dalam buku “Yoga Sutra Patanjali Bagi Orang Modern” Anand Krishna menjelaskan tentang pentingnya rileksasi, berikut ini adalah kutipan dari buku tersebut:
DALAM KEADAAN RELAKS—dalam hal ini berkat Yoga-Asana—ketika fisik mengalami relaksasi, maka otak yang juga bagian dari fisik ikut mengalami relaksasi.
Bayangkan pelayan di rumah sedang relaks, tidur, sementara Anda—suami-istri—sedang berantem. Adakah pelayan terganggu oleh keributan yang terjadi? Tidak. Demikian, saat itu mind yang sedang bertengkar, tiba-tiba blank! Sebab, tanpa bantuan otak, ia tidak dapat berekspresi. Pertengkaran “terputus” secara abruptly, tiba-tiba. Inilah keadaan yang dimaksudkan oleh Patanjali untuk secara perlahan, tapi pasti, mengubah mind menjadi buddhi atau inteligensi.
Dualitas pikiran dan perasaan mind bisa diubah menjadi daya buddhi atau inteligensi untuk memilah antara sreya dan preya, sesuatu yang mulia dan menunjang agenda Jiwa dan sesuatu yang sekadar nikmat bagi indra. Proses ini terjadi secara alami ketika kita mengalami relaksasi “hasil” Yoga-Asana, dan setelah mengikuti tahapan-tahapan sesuai dengan petunjuk Patanjali
Panduan Meditasi Online Oleh Anand Krishna
Bagi Anda yang tertarik untuk mempelajari meditasi, Anda bisa mulai dari mengikuti panduan meditasi yang diberikan oleh Anand Krishna secara online. Berikut ini adalah beberapa video panduan meditasi online yang diberikan oleh Anand Krishna, siapa saja bisa mengikuti panduan meditasi tersebut.
Cukup duduk tegak, upayakan tulang belakang tegak agar aliran energi menjadi lancar. Pejamkan mata dan ikuti panduan meditasi yang diberikan oleh Anand Krishna melalui vdioe berikut ini:
Sebuah Renungan Tentang Kemulyaan
Krsna menggunakan istilah Sreya, yang berarti “Lebih Mulia” – bukan lebih baik, atau di atas yang lain. Dengan menggunakan istilah sreya, Krsna sedang membandingkan satu kegiatandengan kegiatan lain dengan menggunakan tolok ukur atau timbangan sreya dan preya – yang memuliakan dan yang sekadar menyenangkan.
Jadi, batu timbangannya bukanlah berat-ringan, dalam konteks lebih baik dan kurang baik, atas dan bawah, tetapi dalam konteks, mana yang mulia dan mana yang tidak.
Laku yang hanya menyenangkan, perbuatan yang hanya memuaskan indra jelas tidak memuliakan. Sebab itu, terlebih dahulu raihlah pengetahuan sejati tentang mana yang memuliakan dan mana yang tidak.
Berarti, jangan “asal berkarya” – jangan asal “berbuat”. Jangan asal “makan”. Jangan asal “hidup”. Berkaryalah dengan penuh kesadaran bahwa karya tersebut memuliakan. Bahwa karya tersebut tidak hanya memuaskan diri atau indra saja, tetapi juga bermanfaat bagi kehidupan secara utuh, bagi lingkungan, bagi masyarakat.
Di anak tangga berikutnya adalah Meditasi – Senantiasa menyadari kesadaraan Ilahi di dalam diri, inilah Meditasi. Pemusatan kesadaran pada Ilahi, itulah Meditasi. Meditasi, berarti hidup berkesadaran. Melakoni hidup secara meditatif.
Jadi, apa yang dijelaskan Krsna dalam ayat ini adalah langkah-langkah progresif. Setiap langkah mengantar kita pada langkah berikut yang lebih mulia dan memuliakan.
Pengetahuan sejati pun tidak berarti apa-apa jika tidak dihayati. Bukan sekadar “tahu”, tetapi menghayati pengetahuan itu. Pengetahuan tanpa penghayatan, tanpa “dihidupi”, akan menjadi basi, tidak berguna.
“Hayat” dalam bahasa Persia kuno yang kemudian dipakai juga oleh orang Arab, berarti “hidup”. Menghayati berarti menghidupi, melakoni. Inilah meditasi yang sebenarnya. Inilah meditasi dalam keseharian hidup.
Anak tangga terakhir… Dengan sangat cerdik, Krsna mengantar Arjuna pada “laku” – ya, kembali pada laku. Tapi laku yang sudah memiliki nilai tambah.
“Laku” di anak tangga terakhir ini adalah laku yang mulia dan memuliakakan; laku yang meditatif, penuh kesadaran dan penghayatan. Dengan segala atribut tambahan tersebut, laku di anak tangga tersebut sudah bukan laku biasa.
Tidak seperti laku di anak tangga awal. Laku di anak tangga ini adalah laku seorang panembah, laku dengan semangat manembah. Dan, bukanlah sekedar itu, laku di anak tangga ini memiliki warna khusus – yaitu warna “renunciation” atau “tyaga”.
Berati, bukan sekadar melakoni hidup ini dengan semangat manembah, tetapi menghaturkan, menyerahkan hasil perbuatan kepada Hyang Ilahi. Inilah laku utama. Inilah laku yang mulia, termulia, dimuliakan.